[Cerpen] Pengantin Banjir

 


"Gimana persiapan pernikahannya?" tanya seorang wanita dari layar ponsel di hadapan Inaya.

"Sudah sembilan puluh persen. Makanan, make up, undangan, semua sudah di-handle. Tinggal persiapan diri sendiri aja nih buat hari H nanti," jawab Inaya sambil merebahkan dirinya ke tempat tidur. Dari balik jendela terdengar sayup-sayup suara air hujan.

"Alhamdulillah. Semoga lancar sampai hari H, Naya. Duh seandainya dekat dan nggak lagi Corona aku pasti datang nih ke nikahan kamu," jawab sosok itu lagi.

"Makanya kalau milih jodoh itu jangan yang jauh-jauh. Jadinya kan nggak bisa datang ke nikahan aku," Naya memanyunkan bibirnya, berpura-pura marah pada lawan bicaranya tersebut. Sosok di layar ponsel tersebut hanya tertawa melihat wajah Naya.

"Haha. Tenang nanti aku bakal kirim hadiah yang oke buat nikahan kamu."

"Sip. Aku tunggu kadonya. Sudah dulu, ya, Cha. Aku mau lanjutin kerjaan dulu, nih," ujar Inaya lagi saat menyadari jam di kamarnya sudah menunjukkan pukul sembilan malam.

"Duh sudah dekat hari H masih lembur juga ternyata."

"Ya gitu, deh. Sudah dulu ya, assalamu'alaikum. Salam buat Raihan dan Aisha."

"Wa'alaikumsalam."

***

Selepas video call-nya dengan Nisa terputus, Inaya memutuskan untuk melanjutkan pekerjaanya yang sempat terbengkalai. Minggu ini Inaya akan melangsungkan pernikahan dengan Yudha, pemuda yang melamarnya 3 bulan yang lalu. Karena sedang pandemi Corona maka pernikahan tersebut akan dilangsungkan dengan sederhana dan hanya mengundang keluarga inti dan orang-orang terdekat dari kedua keluarga.

Mendekati tanggal pernikahan, entah kenapa rasanya beban pekerjaan yang diberikan padanya semakin banyak saja. Rapat yang tak tak kunjung usai, survey ke lapangan, hingga harus lembur di rumah mewarnai kehidupan Inaya selama beberapa minggu terakhir. Ini jujur membuatnya lumayan stress selama beberapa minggu terakhir. Untungnya dalam mempersiapkan pernikahan, Inaya banyak dibantu oleh kakak dan adiknya yang sangat bersemangat dengan pernikahan ini.

Sejujurnya Inaya sendiri tidak percaya kalau dalam hitungan hari dia akan segera berstatus sebagai seorang istri. Tiga bulan sebelumnya, dia masih berstatus sebagai wanita lajang yang kerap merasa terganggu jika ditanya kapan akan menikah sementara usia sudah mendekati tiga puluh. Siapa sangka pertemuan tanpa sengaja dengan salah satu teman sekolahnya dulu berujung pada lamaran hanya 2 minggu setelah mereka bertemu. 

"Kita tidak pernah tahu kapan jodoh akan datang, Naya. Bisa jadi hari ini kau sendiri dan ternyata besok ada pemuda yang mengetuk pintu rumahmu untuk melamarmu," begitu yang diucapkan Nisa sahabatnya saat Naya bercerita tentang proses lamarannya. Sahabatnya itu sendiri sekarang sedang berada di Malaysia mengikuti suaminya yang berdomisili di sana. Naya hanya tersenyum mengingat ucapan Nisa tersebut.

 

***

Hari ini, lagi-lagi hujan turun dengan cukup deras di kota tempat tinggal Inaya. Inaya yang sudah mengambil cuti untuk menikah memandangi jalan di depan rumahnya dengan hati yang galau. Sejak pagi tadi, air tampak mulai menggenani jalan di komplek perumahan tempat tinggalnya. Jika hujan tidak berhenti juga, kemungkinan air akan semakin naik dan bisa jadi rumah orang tuanya akan terendam. Melihat hal ini, hanya satu hal yang ada di kepala Inaya saat ini. Apakah kotanya akan kebanjiran?

Banjir bukanlah hal yang biasa terjadi di kota Banjarmasin. Sejak kecil Inaya dan keluarganya belum pernah mengalami yang namanya kebanjiran. Air pasang mungkin masih sering terjadi di jalan komplek namun tak pernah setinggi ini. Bahkan halaman rumah Inaya yang biasanya tak pernah tergenang kini mulai basah oleh air pasang. Inaya kemudian mengecek status berapa temannya. Benar saja. Rata-rata dari mereka mengirim story tentang jalan yang tergenang air dengan cukup tinggi. Bahkan ada yang airnya sudah masuk ke dalam rumah.

Lalu bagaimana dengan Yudha? Calon suaminya itu tinggal di wilayah yang setahu Inaya sudah mulai terendam air. Belum ada kabar dari Yudha terkait kondisi air pasang di sekitar rumahnya. Akhirnya Inaya membuka ponselnya dan menghubungi nomor Yudha

"Assalam'alaikum," terdengar jawaban dari ujung telepon. 

"Wa'alaikumsalam. Yudha, gimana kondisi di tempatmu? Tadi aku lihat status temanku yang rumahnya di daerah sana airnya sudah mulai masuk rumah," cecar Inaya begitu mendengar suara Yudha. 

"Iya. Di sini air di jalan sudah mau selutut, Naya. Beberapa rumah ada yang sudah terendam. Ini kami lagi memindah beberapa barang di rumah buat jaga-jaga kalau air masuk ke rumah."

"Wah, beneran setinggi itu? Kalau misalnya kebanjiran kalian bakal mengungsikah?" tanya Inaya lagi.

"Kemungkinan besar begitu, Naya. Sudah dulu, ya. Aku masih mau beres-beres ini," ujar Yudha mengakhiri obrolan mereka.


*** 

Tiga hari sudah banjir melanda di kota Banjarmasin. Tak hanya di Banjarmasin, banjir juga ternyata melanda di beberapa kabupaten lain. Bahkan di kabupaten tetangga ada yang rumahnya kebanjiran hingga ke atap dan beberapa jembatan putus yang membuat akses dari dan ke luar kota sempat terganggu. Untungnya keluarga Inaya yang tinggal di luar kota masih bisa datang untuk menghadiri pernikahan Inaya minggu ini.

Saat ini, Inaya hanya bisa berdiam di rumah orang tuanya sambil memandangi dinding kamarnya. Layaknya rumah para calon pengantin lain, rumah orang tua Inaya sudah dipercantik dan didekorasi ulang di beberapa bagian. Beberapa bagian rumah dicat ulang dan beberapa perabot juga sudah dipindah untuk mengakomodasi acara pernikahan. Di kediaman orang tua Inaya, air hanya masuk sampai halaman depan sehingga Inaya dan keluarganya tak perlu mengungsi. Rencananya malam ini keluarganya akan mengadakan pengajian kecil sebelum akad nikah besok. Pertanyaannya sekarang adalah apakah pernikahan tersebut akan tetap terlaksana?

Selama masa banjir, Inaya berusaha menghubungi pihak-pihak terkait rencana pernikahannya untuk memastikan apakah mereka masih bisa datang di hari pernikahan nanti. Banjir yang terjadi sebenarnya tidak di seluruh kota. Ada beberapa wilayah yang hanya mengalami air pasang di malam hari dan surut di siang hari. Inaya mengetahui hal ini saat menghubungi make up artist yang rencananya akan mendandaninya di hari H pernikahan. Yang membuat Inaya resah, ternyata Pak Penghulu yang bertugas mencatat pernikahan mereka kemungkinan tidak bisa datang.

"Gimana nih, Cha? Penghulunya katanya nggak bisa datang. Ntar aku nggak jadi nikah dong," curhat Inaya pada Nisa setelah mendapat kabar kalau penghulu yang akan menikahkannya rumahnya juga kebanjiran. 

"Inaya, nikah itu syaratnya cuma mempelai pria, wali dan saksi. Jadi kalau misalnya penghulu nggak bisa datang kamu masih bisa nikah. Kamu tuh harusnya lebih takut Yudha nggak bisa datang ketimbang penghulunya," jawab Nisa menenangkan Inaya. Memang sejak dulu sahabatnya itu selalu memiliki cara untuk menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan Inaya.

Yudha sendiri sejak hari kedua banjir sudah mengungsi bersama keluarganya. Sejak hari pertama banjir rumah Yudha kemasukan air. Mereka kini tinggal di salah satu rumah keluarga Yudha yang tidak didiami dan tidak terkena dampak banjir. Dari cerita Yudha, kondisinya dan keluarga selama masa banjir baik-baik saja. Saat akan mengungsi ibunya sempat berbelanja keperluan makanan sehingga mereka tak kekurangan makanan selama mengungsi. Di sela-sela komunikasi mereka, Inaya sempat bertanya tentang rencana pernikahan mereka yang terhalang banjir.

"Kalau memang sudah jodohnya, Insya Allah kita akan tetap menikah. Entah itu minggu ini atau setelahnya," hanya begitu jawaban yang diberikan Yudha kepadanya.

***

Hari ini adalah hari pernikahan Inaya dan Yudha. Sejak dini hari keluarga Inaya sudah sibuk mempersiapkan pernikahan Inaya. Dengan kondisi jalan di komplek dan halaman rumah yang masih tergenang, pernikahan rencananya akan tetap digelar dengan sederhana. Tak ada panggung dan kursi untuk undangan. Makanan yang rencananya digelar prasmanan diganti dengan makanan kotak yang nanti akan dibagi ke para tetangga. 

Inaya sudah tampak cantik dengan gaun pengantin dan jilbabnya. Berita baiknya, penghulu yang sebelumnya menyatakan tidak bisa datang ternyata bisa datang hari ini dan bersedia dijemput. Sekarang tinggal menunggu kabar dari Yudha yang katanya sedang dalam perjalanan menuju kediamannya. Jalan di komplek sendiri masih tergenang di atas mata kaki. Untungnya jalanan di komplek orang tua Inaya bisa dilalui mobil sehingga memudahkan mereka yang datang ke rumahnya, termasuk rombongan keluarga Yudha.

Pukul sepuluh kurang, akhirnya Yudha tiba bersama keluarganya. Pria yang akan menjadi suaminya itu sudah siap dengan jas dan pecinya, sementara celananya digulung selutut saat memasuki rumah orang tua Inaya. Dari jendela kamarnya, Inaya melihat ayah dan ibunya menyambut kedatangan keluarga mempelai pria. 

"Bismillaahirrahmaanirrahiim," ucap Inaya dalam hati. Sebentar lagi babak baru dalam kehidupannya akan dimulai.

***

Tulisan ini diikutsertakan dalam FBB Kolaborasi yang diadakan Female Blogger of Banjarmasin.

13 Comments

  1. Di Amuntai juga pernah ada pengantin banjir, untung tempat resepsinya ga kerendam air, cuma akses ke sana aja yang sedikit susah dan mengakibatkan para tamu undangan harus menggulung celananya selutut seperti tokoh Yudha di atas XD

    ReplyDelete
  2. Ya Allah bener gak kebayang yang mau bikin hajatan tapi banjir. Bisa jadi ada yang kisah nyata gini juga ya Mbak. Ah, baca cerita Inaya jadi ingat deg-deg-annya dulu juga wkwk

    ReplyDelete
  3. Udah keburu fix ya. Tapi Maha Kuasa berkehendak lain. So, dengan izinNya jua akhirnya hajatannya tetap terlaksana. Alhamdulillah. Happy ending cerpennya nih.

    ReplyDelete
  4. Mba antung kalo bikin cerita lancar dan ngalir. Kusukaa. Kerasa feelnya. Aku ikut bayangin jadi inaya jg. Eh, btw nama inaya ini pernah pengen aku pake pas namain farisha dulu.hihi

    ReplyDelete
  5. aku tuh bulan depan nikahan kan mba
    agak ketar ketir karena masih hujan ternyata. takut kalau jadi pengantin banjir. semoga cuaca cerah dan bersahabat

    ReplyDelete
  6. Baca cerita ini saya sempet deg-degan takutnya calon pengantin pria terhambat datang karena banjir wkwk.Btw saya jadi pengen belajar nulis cerita fiksi juga nih. menarik.

    ReplyDelete
  7. Oh aku dulu pernah datang ke suatu pernikahan di Jakarta. Aku datang bela-belain dari Bandung. Sudah dandan cantik pakai sepatu bagus.

    Tiba di Jakarta, hujan deras. Dan gang tempat rumah pengantinnya itu banjir!

    Aku kuatir sepatuku rusak. :(

    Kebetulan mobil yang mengantarku itu berhasil parkir di tempat kering, tidak bisa masuk ke gang rumah sang pengantin. Kulihat, di dekat mobil tempat kami parkir itu ada warung. Lalu aku menghampiri warung itu, dan beli sendal jepit.

    Kemudian aku berjalan tenang menyeberang banjir di gang rumah sang pengantin itu, sambil pakai sendal jepit! Sepatuku yang cantik sudah kumasukkan dalam tas. :))

    Aku masuk ke rumah pengantinnya. Pengantinnya senang sekali. Aku dijamu macam-macam.

    Selesai pesta, banjir sudah surut. Aku pulang dari rumah pengantinnya dengan memakai sepatuku (akhirnya!). Sendal jepit yang tadi kubeli di warung, aku tinggalkan saja di rumah sang pengantin.. :))

    ReplyDelete
  8. Wahh jadi keinget moment saat mengantar mempelai pria kerumah mempelai wanita dulu, rumahnya yang lumayan bangett dan butuh waktu berjam-jam untuk bisa sampai disana. Ternyata setelah sampai di lokasi rumahnya dekat sekali dengan perairan yang ada di desanya, alhasil harus nyeker selama pergelaran resepsi pernikahan yang dilakukan. Jadi basah-basahan deh karena gak ekspetasi bakal seperti ini kondisinya, dan gak ada persiapan yang dilakukan.. hhe

    ReplyDelete
  9. Jujur aku baru tahu dari cerpen ini kalau syarat nikah itu cuma perlu calon pengantin pria, wali dan saksi. Tapi kalau dipikir-pikir, iya juga ya. Aku dulu nikah penghulunya gak ngapa-ngapain, cuma bawain buku nikah aja. Hehehe..

    Tadi aku sudah hampir suuzon aja baca cerpen ini, kirain calon mempelai prianya hanyut karena banjir trus jadinya sad ending. Syukuranya waktu baca sampai habis tenyata Yudha akhirnya datang juga dan jadi menikah.

    ReplyDelete
  10. Wah gak banjir saja, udah banyak yang dipikirkan kalau mau menikah. Ini pun pernikahan sederhana ya, bukan yang sampai sewa tempat segala

    ReplyDelete
  11. Wahh..jadi pengalaman yang tak terlupakan ya ini. Saya juga pernah baca di beberapa media ada juga pengantin kebanjiran di beberapa tempat di Jakarta, berhubung rencana sudah siap, yah mau gak mau tetap dilaksanakan walau kondisi kebanjiran.

    ReplyDelete
  12. Wuih jadi kebayang sendiri kalau ada bencana alam dekat dengan hari bahagia kita. Ngomongin banjir, pas pengajian ngunduh mantu di rumah mertua, ternyata sempat banjir juga loh. Kaget karena ga pernah ahhahaa. Semoga itu petanda banyak rezeki wkwk aamiin!

    ReplyDelete
  13. Duh, udah deg-degan takutnya Yudha gak datang karena banjir bandang melanda komplek rumah jalan. Alhamdulillah ya, ceritanya Yudha jadi datang.

    ReplyDelete
Previous Post Next Post