Jangan Terjebak Hoaks! Cek Fakta Sebelum Sebarkan Berita

Sejak bulan Juli yang lalu, negara kita kembali memberlakukan PPKM atau Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat seiring dengan kembali meningkatnya kasus Corona di negeri ini. Setelah satu tahun berjalan, bukannya membaik kita malah harus mengalami gelombang kedua virus Corona yang kabarnya lebih membahayakan ketimbang varian sebelumnya. Kalau kata saya, kondisi seperti sekarang membuat kita kembali ke titik nol seperti di awal virus Corona menyapa Indonesia. 

Seiring dengan pemberlakuan PPKM ini, beberapa grup whatsapp yang saya ikuti mulai kembali dipenuhi berbagai informasi dan berita seputar virus Corona. Mulai dari info tentang cara untuk terhindar dari virus Corona hingga obat-obatan yang diklaim bisa digunakan untuk menyembuhkan virus ini. Sayangnya, semua informasi yang dikirimkan tersebut belum terbukti kebenarannya dan banyak sekali di antara kita langsung percaya dan malah turut menyebarkan berita tersebut.

Hoaks di sekitar kita



Tak hanya seputar Corona dan kesehatan, berita hoaks juga bisa muncul dalam topik-topik lain seperti dunia politik, misalnya. Masih ingat, kan bagaimana panasnya suhu politik negara kita di masa Pemilu beberapa waktu yang lalu. Berbagai informasi berseliweran seputar kandidat presiden kita di masa itu yang masing

Memang seiring dengan semakin berkembangnya dunia informasi dan komunikasi digital membuat berita hoaks ini sangat mudah menyebar. Gambar bisa diedit, berita juga bisa dimanipulasi. Jika tidak memiliki literasi digital yang baik, bisa jadi kita atau salah satu dari anggota keluarga akan termakan berita hoaks tersebut. 

Indonesia sendiri merupakan salah satu negara dengan penggunaan internet terbesar di dunia. Ironisnya, besarnya penggunaan jaringan internet ini tidak diiring dengan literasi digital yang baik oleh para netizennya. Bahkan terakhir juga ada berita yang menyebutkan kalau netizen kita termasuk yang paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Hiks sedih ya kalau dengar berita seperti ini. 
 
Selain rendahnya literasi digital yang dimiliki oleh seorang ada beberapa alasan lain mengapa seseorang bisa dengan mudah termakan berita hoaks. Dalam webinar Workshop Cek Fakta Kesehatan yang saya ikuti bersama teman-teman blogger yang diadakan oleh Learning Management System (LMS) Tempo Institute, Mbak Ika Ningtyas selaku nara sumber pada acara tersebut memberikan beberapa alasan terkait hal ini, yakni:
  1. Terlalu mengagungkan atau membenci seseorang. Adanya fanatisme berlebihan pada sosok bisa membuat kita menjadi tertutup pikiran untuk menerima berita negatif seputar sosok yang dianut. Sebaliknya, kebencian yang berlebihan juga membuat seseorang tak bisa objektif dalam menilai berita
  2. "Kelompok seberang" tidak layak dipercaya 
  3. Sering muncul di linimasa
  4. Bias perasaan yang menimbulkan kecondongan untuk lebih mempercayai berita dan informasi kelompok yang didukungnya

Dalam penyebaran sebuah informasi sendiri, setidaknya kita harus tahu beberapa jenis informasi yang berpotensi menjadi sebuah berita hoaks yakni misinformasi, disinformasi dan malinformasi. Misinformasi mengacu pada sebuah informasi dengan kesalahan yang tidak disengaja seperti tanggal yang tidak akurat, terjemahan yang tidak sesuai, hingga ketika sebuah satir atau candaan dianggap sebagai informasi yang serius.

Adapun disinformasi adalah sebuah berita yang sengaja dibuat dengan berbagai manipulasi baik dalam bentuk tulisan maupun video dengan tujuan untuk menyesatkan masyarakat. Jenis terakhir adalah malinformasi di mana sebuah informasi terkait data personal seseorang disebarluaskan tanpa persetujuan yang bersangkutan. Dalam hal malinformasi ini, meskipun data yang disebarkan adalah benar namun bisa jadi penyebaran informasi ini tersimpan niat jahat di dalamnya.


Permasalahan mis/disinformasi kesehatan 

Selama masa pandemi, penggunaan internet sebagai media informasi semakin besar mengingat berbagai kebijakan yang membuat warga negara lebih banyak berdiam di rumah. Nah, dengan semakin banyaknya penggunaan internet di masa pandemi ini membuat penyebaran informasi yang salah menjadi lebih cepat penyebarannya ketimbang informasi berisi fakta. Fenomena ini disebut sebagai infodemik dan untuk menangkalnya maka platform digital harus dibuat lebih akuntabel, mis/disinformasi dilacak dan diverifikasi, serta kemampuan literasi digital masyarakat perlu ditingkatkan.
 
Terkait mis/disinformasi kesehatan yang terjadi selama masa pandemi, tercatat terjadi peningkatan berita hoaks yang tersebar dalam kurun waktu 2019-2020. Berdasarkan data yang didapat Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) jumlah hoaks kesehatan meningkat dari 7% (86 hoaks dalam setahun pada 2019) menjadi 56% (519 hoaks dalam setengah tahun pada 2020. Jumlah hoaks Covid-19 yang diklarifikasi oleh MAFINDO sendiri berjumlah 492 hoaks (94,8%) dari total hoaks kesehatan selama enam bulan pertama tahun 2020. Sedangkan Kementerian Kominfo mencatat 1.471 hoaks terkait Covid-19 tersebar di berbagai media hingga 11 Maret 2021.
 
Beberapa dampak buruk yang hadir akibat mis/disinformasi kesehatan ini antara lain:
  • Menyebabkan kebingungan dan kepanikan di masyarakat
  • Ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah, otoritas kesehatan dan ilmu sains
  • Demotivasi untuk mengikuti perilaku protektif yang direkomendasikan, misalnya berhenti menggunakan masker selama masa pandemi
  • Sikap apatis yang memiliki konsekuensi besar karena berkaitan dengan kualitas hidup masyarakat, seperti membahayakan kesehatan, bahkan sampai menimbulkan risiko kematian.  

Cek fakta dulu sebelum sharing berita 

 

Sebagai netizen yang cerdas, apalagi dengan embel-embel blogger profesional, tentunya kita harus lebih cerdas dalam menyikapi berbagai informasi yang diperoleh untuk dibagikan kepada kerabat hingga pembaca. Sebelum membagikan sebuah informasi kesehatan, lakukanlah serangkaian pengecekan terhadap informasi tersebut agar bisa dipertanggungjawabkan nantinya. Nah, berikut adalah beberapa fakta yang harus dicek dari sebuah berita: 
 

Cek sumber aslinya

Saat mendapat sebuah berita atau informasi, pertama-tama kita harus mengecek dahulu sumber aslinya. Cek siapa yang membagikan informasi dan darimana mereka mendapatkan informasi tersebut. Bahkan, jika informasi tersebut berasal dari teman atau keluarga kita, tetap periksa sumbernya agar berita tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
 

Identifikasi judul

Baca tulisan secara keseluruhan dan jangan hanya baca judulnya. Di masa kini, judul sebuah berita kadang sengaja dibuat sensasional atau provokatif untuk mendapatkan jumlah klik yang tinggi.  
 

Identifikasi penulis

Untuk informasi yang bersifar kesehatan, pastikan penulis merupakan sosok yang nyata dan kredibel. Untuk itu, kita bisa melakukan penelusuran lewat internet terkait rekam jejak dan kiprah penulis informasi dalam bidang yang ditulisnya tersebut.
 

Cek tanggal tulisan

 Selanjutnya kita juga perlu mengecek apakah informasi tersebut merupakan informasi terbaru, apakah sudah up to date dan relevan dengan kejadian terkini. Periksa juga apakah judul, gambar atau statistik yang digunakan sesuai konteks. 
 

Cek bukti pendukung lain dari informasi yang diberikan

Untuk mendapatkan bukti pendukung ini kita bisa melakukan pengecekan ke berbagai website resmi kesehatan seperti WHO, Pusat Pencegahan dan Pengandalian Penyakit AS/CDC, Kementerian Kesehatan, Badan POM, Ikatan Dokter Indonesia/IDI, Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia/IAKMI) dan jurnal ilmiah, seperti the New England Journal of Medicine, the British Medical Journal, Nature Medicine, the Lancet). 
 
Selain itu, kita juga bisa melakukan studi peer-review dan pre-print. Peer review merupakan studi penelitian melewati proses evaluasi oleh tim pakar independen dari bidang keilmuwan yang sama. Peer-review umumnya dianggap sebagai gold standard dalam studi ilmiah. Sedangkan pre-print belum melewati proses peer-review. 
 
Terakhir, kita bisa lakukan studi korelasi dan hubungan sebab akibat atas sebuah informasi. Studi korelasi mengukur derajat keeratan atau hubungan korelasi antara dua variabel. Sedangkan studi hubungan sebab akibat untuk meneliti pola kausalitas dari sebuah variabel terhadap variabel lain.
 

Cek bias

Pikirkan bahwa bias pribadi Anda akan mempengaruhi penilaian Anda terhadap hal yang dapat dipercaya atau tidak.  
 

Cek organisasi pemeriksa fakta

Cek berita yang ditemukan dengan tulisan atau temuan yang sudah diverifikasi oleh organisasi pemeriksa fakta baik dalam lingkup nasional, seperti Cek Fakta Tempo atau media nasional lainnya maupun pemeriksa fakta internasional seperti AFP factcheck, dan Washington Post factcheckers. 


Mengecek website abal-abal 


Salah satu cara untuk mengerem jari kita dari menyebarkan sebuah konten hoaks adalah dengan melakukan pengecekan terlebih dahulu atas berita yang kita dapatkan entah itu di grup whatsapp keluarga hingga berita yang beredar di linimasa kita. Untuk itu, hal pertama yang dilakukan adalah melakukan pengecekan teknis seperti apakah websitenya terpercaya hingga melakukan verifikasi atas foto dan video yang dibagikan. 

Berikut adalah beberapa cara mengecek kevalidan sebuah website 

  1. Cek alamat situsnya. Dalam hal ini kita bisa melakukan pengecekan melalui sejumlah situs salah satunya who.is dan domainbigdata.com yang akan memberikan data lengkap terkait sebuah website mulai dari IP Adress hingga ke nomor telepon pemilik website tersebut
  2. Cek data perusahaan media di Dewan Pers. Pengecekan bisa dilakukan lewat situs https://dewanpers.or.id/data/perusahaanpers. Namun, perlu diketahui,  ada beberapa media kredibel yang tidak berbadan hukum
  3. Cek detail visual dari website apakah logo atau gambar yang dimiliki sudah benar dan bukan berasal dari proses pengeditan
  4. Waspada jika website terlalu banyak iklan. Biasanya media abal-abal memposting berita untuk sekadar mendapatkan klik dari pembaca
  5. Bandingkan ciri-ciri website pemberi berita dengan pakem media mainstream. Biasanya sebuah media besar memiliki ciri khas seperti gaya bahasa penulisnya atau dari cara penulisan tanggal, hyperlink yang disediakan mengarah ke mana hingga nara sumber yang dicantumkan kredibel atau tidak
  6. Cek about us pada website. Biasanya website abal-abal laman about us-nya berupa anonim sementara website resmi memiliki badan hukum dan ada penanggung jawabnya
  7. Waspada terhadap judul yang sensasional dan baca berita sampai selesai sebelum memberi komentar atau membagikan ke media sosial
  8. Cek ke situs media mainstream. Saat menerima berita dari situs yang kurang dikenal segera lakukan pengecekan ke media mainstream apakah memuat berita yang sama
  9. Cek foto di Google Reverse image. Cek foto utama apakah pernah dimuat di media lain terutama situs mainstream. Website abal-abal biasanya melakukan pencurian foto dari tempat lain.

 

Melakukan verifikasi foto dan video


 

Tak hanya lewat tulisan, hoaks juga bisa menyebar lewat foto dan video yang sudah diedit atau dilakukan manipulasi sehingga terlihat seperti sebuah kebenaran. Untuk itu, kita juga perlu mengetahui cara mengecek dan memverikasi foto dan video yang beredar agar tak terjebak isu hoaks. Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan untuk memverifikasi foto maupun video:

Verifikasi foto

Saat melihat foto, kita bisa mendapatkan informasi singkat dari foto tersebut dengan memperhatikan tanda-tanda khusus yang ada pada foto seperti nama jalan, nama gedung, bentuk bangunan, plat nomor kendaraan, tugu atau monumen, huruf yang menandakan bahasan hingga bentuk bangunan atau jalan yang ada pada foto. Lewat simbol-simbol ini, akan membantu kita menemukan foto tersebut berasal dari daerah mana dan informasi lain yang bisa dikaitkan dengan isi berita apakah sesuai atau tidak.
 
Cara lain untuk memverifikasi foto ini adalah dengan menggunakan beberapa tools seperti:
  • Reverse image dari Google yang bisa digunakan untuk mencari unggahan foto pertama dari website. Tools ini berguna untuk menelusuri gambar-gambar yang diambil dari internet
  • Reverse image dari Yandex yang merupakan search Engine dari Rusia yang bisa digunakan untuk menelusuri foto terutama untuk situs-situs dari Eropa Timur
  • Reverse image dari Tineye yang memiliki kelebihan memiliki filter berdasarkan urutan waktu
  • Reverse image dari Bing.com

 

Verifikasi video

Tak jauh berbeda dengan verifikasi gambar, verifikasi pada video juga bisa dilakukan dengan mencari atau memperhatikan simbol dan tanda khusus yang bisa memberi petunjuk lokasi dari video direkam. Simbol ini bisa berupa nama jalan, bentuk bangunan, plat motor, namaa bangunan dan juga dialek dan cara berbicara objek yang ada di video. Sesudah menemukan informasi tersebut, kita bisa mencocokkannya dengan judul video yang diberikan.
 
Cara kedua untuk memverifikasi video adalah dengan menjadikan video sebagai potongan gambar kemudian ditelusuri dengan reverse image tool. Untuk melakukan fragmentasi pada video ini bisa dilakukan dengan cara screen capture manual atau menggunakan tool InVID. Kelebihan dari tool InVid ini antara lain memiliki fitur fragmentasi video dan reverse image tool sekaligus, dapat memfragmentasi video dari seluruh tautan media sosial.

Dengan adanya serbuan informasi entah itu di bidang kesehatan hingga politik memang penting sekali bagi kita untuk tahu cara-cara mengecek berita yang masuk ke linimasa maupun pesan pribadi kita. Semoga dengan mengetahui langkah ini kita bisa terhindar dari menyebarkan hoaks dan mengedukasi lingkungan sekitar agar tak terjebak hoaks juga.
 

21 Comments

  1. Yak!
    Adaaa aja ya, hoax jaman now.
    Apalagi kalo terkait kesehatan, byuhh banyaakk banget!
    Alhamdulillah, artikel ini memaparkan gimana cara cek fakta vs hoax
    super ngebantu banget!

    ReplyDelete
  2. Bener si kita negara pengguna internet tertinggi tapi tingkat literasi sangat rendah. Orang cenderung baca judul aja atau paragraf2 awal abis itu main share tanpa baca lengkap bahkan menyaring.info walhasil hoax merajalela..ya kaya sekarang ni udah jalan hampir 2tahun masih ada yg ga percaya.covid ya krn sejak awal kemakan hoax dan tidak berusaha cek fakta. Sedih ya

    ReplyDelete
  3. Nah, sering orang membuat berita dengan judul yang provokatif, dan terkadang banyak juga yang terpancing dengan hanya membaca judul saja, padahal isi keseluruhan berita belum dibaca.
    Banyak berita juga yang belum tentu kebenarannya, harus hati-hati agar tidak terjebak hoax.

    ReplyDelete
  4. Urusan hoaks ini emang makin bikin pusing ya... Jangan sampe hoaks akhirnya jadi sesuatu yang dipercaya dan dibenarkan karena banyak yang mempercayainya. Bagusnya harus cek ricek dulus ebelum dishare

    ReplyDelete
  5. 519 hoaks dalam setengah tahun pada 2020? Astaga ... betapa senangnya orang Indonesia diombang-ambingkan oleh hoax ya. Saya malas lihat grup keluarga besar, kalo ada orang tua yang share hoax.

    ReplyDelete
  6. Ngeri emang berita hoaks dimana2 aku juga ya sampe bingung kok ya mana yang harus percaya ada aja berita2 hoaks yang muncul ya mba

    ReplyDelete
  7. Tahun 2020 ini emang luar biasa ya mbak
    nggak hanya harus berhadapan dengan pandemi, tapi juga dengan paparan hoaks yang sangat banyak ini

    ReplyDelete
  8. Serem deh liat banyaknya hoaks tentang kesehatan begitu mudah menyebar... Tapi dari artikel ini jadi tahu cara mengeceknya...

    ReplyDelete
  9. Nah, kalau hoaxnya ini terbukti, bahkan bisa dijadikan pijakan untuk melakukan hal itu, kak.
    Seperti Ibuku yang percaya banget kalau positif Corona, harus segera digelontor sama air kelapa dengan air jeruk, garam himalaya dan madu satu sendok. Setelah minum itu terus menerus, in syaa Allah hasil SWAB akan segera negatif.

    Ini aku belum cek sih... cuma jadi mendewakan sesuatu berakibat harga jadi naik.
    Hehhee...

    ReplyDelete
  10. asli deh sekarang mau cek apa2 lebih mudah ya. jadi tiap ada yg share sesuatu emang baiknya di cross check lagi biar makin yakin berita real atau hoax ya mbak

    ReplyDelete
  11. iya mbak, sekarang harus jadi netizen yang cerdas yaa agar gak terjebak pada konten palsu yang masif disebar di sosial media. harus bisa ngecek fakta sendiri agar konten hoaks mudah terdeteksi

    ReplyDelete
  12. Yuk, kita perangi berita hoax dengan selalu verifikasi data terlebih dahuly. Banyak yang dapat kita lakukan dari selalu cek sumber berita, periksa foto dan gambar dengan teliti dan hal lainnya agar tidak mudah termakan isu hoax. Apalagi asal sebar-sebar saja, duh jangan.

    ReplyDelete
  13. Wow ternyata cek berita hoax sekarang makin mudah ya...harusnya semakin banyak masyarakat yang tahu biar ngak terjebak berita yang belum tentu benar.

    ReplyDelete
  14. Yang paling ngeselin tuh kalau bernapsu banget nyebarin hoax karena alasan kebencian pada salah satu pihak. Akhirnya logika kalah dengan emosi sesaat yaaa..

    Nah kalau seputar isu kesehatan, terutama di masa pandemi ini, semoga aja makin banyak yang paham cara untuk cek fakta melalui tahapan-tahapan di atas.

    ReplyDelete
  15. Hoaks itu paling banyak beredar di grup-grup WhatsApp yang mana kecenderungan orang dalam grup percay dengan apa yang di share temannya atau anggota keluarganya.

    ReplyDelete
  16. Setuju bangeeet. Jangan sampe kita jadi salah satu yang percaya dan penyebar hoaks ya maaaak.. bnr bnr harus cek cek dulu saat nerima forward-an berita yaaa

    ReplyDelete
  17. Bener banget, kebencian berlebihan bikin kita menutup mata, bukan hal yang baik. Sebagai penggiat literasi, saya juga selalu berhati-hati dengan berita hoax mbak.. apalagi masalah Covid ini yang fatal banget akibatnya.. Semoga negeri kt segera sembuh yaaa...

    ReplyDelete
  18. Suka sebel deh sama penyebar hoaks, apalagi kalau lihat latar belakang pendidikannya. Kok, bisa gitu yah langsung main bagi saja info tanpa cek dan ricek dulu isinya. Paling sebel lagi kalau itu disebar di grup keluarga dan yang membagikan adalah orang yang lebih tua dari anggota grup lainnya. Mau negur, segan juga mengingat beliaunya lebih sepuh.
    Jadinya, main japri saja deh ke anggota grup untuk memberi pencerahan.

    ReplyDelete
  19. Terlalu banyak berita hoax jadi bingung sendiri mana berita bener dan tidak ya. Sampai aku sekarang membatasi berita tentang covid untuk menjaga agar tetap stay positif. Penting memang saat ini memfilter berita ya hoax yaa

    ReplyDelete
  20. Emang penting banget ini cek cek dahulu informasi yang di peroleh. Era banjir informasi gini, kalau nggak cermat, bisa aja termakan hoaks. Yang lebih parah lagi, bisa juga ikut menyebarkan.

    ReplyDelete
  21. Kampain ini memang harus banyak agar org paham mana yg hoax atau gak

    ReplyDelete
Previous Post Next Post