Mengoleksi Buku dengan Sadar


Mengoleksi Buku dengan Sadar

Beberapa bulan terakhir, setiap kali memandang ke lemari buku yang ada di kamar anak saya, hati saya selalu ngebatin. "Ini buku yang nggak kebaca enaknya diapain, ya? Menuh-menuhin rak aja," kata saya dalam hati. Padahal koleksi buku yang ada di rumah kami sebenarnya sangat sedikit jika dibandingkan buku yang ada di rumah ibu saya atau mungkin milik pecinta buku yang lain. Namun karena rumah kami yang mungil dan lemari buku yang ada hanya 1, maka saya merasa rak tersebut sudah kepenuhan.

"Bikin rak baru aja. Biar bukunya bisa disusun ulang dan jadi perpustakaan di rumah," begitu mungkin komentar pecinta buku yang lain.

Ide yang tidak salah. Membuat rak baru adalah hal yang baik bagi koleksi buku kita. Tapi pernah nggak sih kalian ada dalam fase sedih saat melihat koleksi buku yang dimiliki? Seperti pertanyaan yang saya ungkapkan di awal tulisan ini? Sedih karena buku-buku tersebut kadang tak terawat dan terlihat merana di rak bukunya. Lebih sedih lagi saat menyadari ada buku yang sudah lama dibeli namun tak kunjung dibaca entah karena terlupakan atau karena ternyata buku tersebut ternyata bukan buku yang akan kalian baca.

Selama beberapa tahun terakhir, bisa dibilang saya sangat mengurangi pembelian buku fisik untuk saya pribadi. Jika dulu setiap bulan saya selalu berusaha membeli 1 atau 2 buku untuk dibaca, maka sekarang saya mungkin hanya membeli buku 4 kali dalam setahun. Lalu jika dulu saat ada bazar buku saya akan sangat bersemangat untuk membeli buku-buku murah tersebut, maka sekarang saya sudah bisa menahan diri untuk bahkan tidak membeli buku di bazar murah tersebut.

Mungkin akan terkesan aneh bagi mereka yang menyukai buku namun memutuskan tak membeli buku. Tapi tentunya saya memiliki alasan tersendiri. Alasan pertama saya tidak membeli buku adalah karena biasanya buku yang ada di toko buku itu bisa saya temukan di perpustakaan digital tempat saya biasa membaca buku sekarang. Zaman memang sudah berubah. Buku kini tak lagi hanya bisa dinikmati secara fisik namun juga lewat digital. Handphone yang menjadi sahabat kita sehari-hari kini juga bisa menjadi sarana untuk membaca buku.

"Tapi baca buku fisik lebih asyik daripada buku digital," mungkin ada yang akan berkata demikian.

Iya. Saya juga mengamininya. Hingga saat ini saya juga masih lebih suka membaca buku secara fisik karena memang lebih nyaman dinikmati dan diresapi. Namun bukankah sejatinya membaca itu tak hanya lewat buku fisik? Bahkan sekarang novel sudah memiliki platform online agar pembaca bisa dengan mudah membacanya. Bagi blogger seperti saya, membaca tulisan blogger lain juga sudah masuk dalam kategori membaca. Intinya membaca itu ada pada aktivitasnya, bukan? 

Alasan kedua saya tidak lagi kalap dalam berbelanja buku adalah karena saya tidak yakin akan bisa membacanya. Saya ingat saat terakhir kali saya mampir ke toko buku dan menemukan beberapa buku yang sedang diskon. Karena memang sedang kehabisan bahan bacaan, saya pun membeli beberapa buku. Eh begitu bukunya saya baca, ternyata tidak sesuai ekspektasi. Padahal, nih, ya, saya selalu berusaha mengecek rating sebuah buku setiap kali akan membelinya. Pada akhirnya, buku yang tak terbaca tersebut saya kumpulkan dan saya sumbangkan ke perpustakaan di kota saya. 

Saya jadi ingat salah satu pembahasan dalam buku metode Konmari milik Marie Kondo tentang koleksi buku. Seperti yang kita tahu, metode Konmari ini merupakan metode yang membuatmu membuang barang-barang di rumah, termasuk dalam hal ini adalah buku. Barang yang tak membuatmu merasa bahagia sebaiknya disingkirkan dan simpanlah barang yang benar-benar ingin disimpan. Begitulah teori yang disampaikan dalam buku tersebut. 

Marie sendiri bercerita kalau saat ini dirinya hanya memiliki sekitar 30 judul buku yang disimpannya di lemari. Buku yang disimpannya tersebut merupakan buku yang benar-benar menjadi buku favoritnya sepanjang masa. Marie juga bercerita dalam bukunya tentang kliennya yang kehidupannya malah lebih fokus setelah menyingkirkan buku-buku yang tak terbaca. 


Mengoleksi Buku dengan sadar 

Mindfulness, mungkin begitu istilah yang sering digunakan orang zaman sekarang tentang bagaimana kita melakukan sesuatu secara sadar. Ada banyak hal yang bisa dikaitkan dalam hal mindfulness ini, seperti dalam hal makan hingga ke sisi parenting. Dalam hal mengoleksi buku, menurut saya mindfulness ini juga perlu dilakukan. Kita tentu tak ingin berakhir sebagai seorang penimbun buku hanya karena membeli buku terus-menerus tanpa sempat membacanya. Adalah tidak adil bagi sebuah buku jika disimpan hingga berdebu tanpa sempat dibaca pemiliknya. 

Dalam hal mengoleksi buku secara sadar ini, ada beberapa hal yang bisa dilakukan, antara lain:

Membeli buku yang benar-benar akan kita baca

Saat akan membeli buku, pastikan buku yang dibeli benar-benar akan kita baca. Buku dari penulis favorit atau buku yang genrenya kita sukai bisa jadi list dalam daftar buku yanb ingin dibeli. Meski demikian akan lebih baik lagi jika kita juga mencari tahu terlebih dahulu tentang buku yang ingin dibeli baik dari segi rating maupun isi cerita. Dengan demikian, kita bisa mengurangi resiko buku yang dibeli tak terbaca nantinya. 

Membeli buku sesuai kebutuhan

Membeli buku juga sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan. Jangan membeli buku hanya karena buku tersebut sedang laris atau banyak dibicarakan orang-orang. Pada dasarnya kita sendiri yang lebih tahu buku jenis apa yang kita butuhkan dalam satu waktu. Misalnya, saat ini saya sedang dalam fase tidak tahu harus berbuat apa saat menghadapi 2 anak yang terus-menerus bertengkar. Kemudian saya memutuskan untuk membeli buku bertema parenting untuk membantu saya menghadapi anak-anak. 

Membeli buku sebagai referensi

Sebuah buku juga pantas dibeli jika dia akan dijadikan sebuah referensi. Salah satu contoh adalah saat seseorang sedang ingin belajar tentang investasi saham yang saat ini sedang gencar disosialisasikan. Dalam hal investasi saham ini, tentunya akan lebih baik jika mempelajarinya lewat buku yang ditulis oleh ahlinya ketimbang informasi sepotong-sepotong yang didapat dari internet. 


Jual atau sumbangkan buku yang tak terbaca

Hal terakhir yang bisa dilakukan dalam mengoleksi buku secara sadar adalah dengan menjual atau menyumbangkan buku yang kita miliki. Jika sebuah buku tak kunjung dibaca, mungkin ada baiknya jika buku tersebut dimiliki orang lain yang mungkin lebih berjodoh dengan buku tersebut. Di samping itu, dengan menyumbangkan buku yang dimiliki kita bisa membantu orang lain memperoleh manfaat dari buku yang kita sumbangan. 

Demikian sedikit curcol saya seputar dunia buku. Ada yang setuju nggak ya dengan pendapat saya ini?

24 Comments

  1. Menarik nih mba pembahasannya.. 😍😍

    Aku jg udah mulai mempraktekkan ini, walau blm optimal jg. Dan setiap bulan pasti selalu ada paket buku berdatangan 😅 Tp aku udah mulai bs menahan diri untuk ga kalap di obralan buku. Ada alasan buku2 itu diobral, dan biasanya krna memang peminatnya ga banyak (atau ga laku 🙈). Ternyata pas dibaca memang banyakan yg ga cocokny, walaupun kadang nemu jg buku yg bagus. Hehehe..
    Skrng aku beli buku memang hanya yg collectible kaya buku2 series fantasi favorit, buku2 dr penulis yg udah aku tau kualitasnya, n rekomndasi bagus dr banyak orang. Sisanya aku skrng lbh suka baca online di Ipusnas atau di Gramedia Digital.
    Bahkan buku2 yg udah lama mejeng d rak n blm kebaca akhirny pelan2 ada yg aku lepas n bagi2 d blog juga. Hehehe.. dr pd sayang ga dibaca2 😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, mbak. dulu aku kalau lihat buku diskon langsung semangat beli biar ada bacaan. sekarang mindsetnya mau diubah biar nggak beli buku dengan percuma

      Delete
  2. aduuuh mbak, ini tulisannya kayak lagi nimpukin saya pake buku... suka beli buku tapi ga terbaca.

    saya harus mulai "koleksi buku dengan sadar".

    jujur sih, selama ini tersimpan di lemari aja... jarang sekali tersentuh, uuuuu...

    ReplyDelete
    Replies
    1. nah, ayo, Mas dipilih bukunya mana yang mau dibaca atau disumbangkan. hehe

      Delete
  3. Aku banget ini kak. Aku juga suka koleksi buku dan beli secara sadar, tapi ujung-ujungnya cuma jadi pajangan dan hampir gak pernah kesentuh. Malah sekarang lebih suka baca ebook karena lebih praktis dan murah juga (bahkan ada yang gratis)

    ReplyDelete
    Replies
    1. hihi. baca ebook memang sekarang lebih praktis ya bisa di mana aja

      Delete
  4. Aku termasuk yg sangaaaaat mencintai buku. Bahkan rela 1 ruangan di rumah dibangun hanya utk perpustakaan pribadi mba :). Rumah ortuku yg di Medan jg gitu. Papa rela spare 1 ruangan hanya utk buku2.

    Kalo barang2 lain, aku rela deh ngurangin, supaya ga numpuk. Tapi buku kayaknya ga bisa :). Aku suka buku digital, tapi LBH suka lagi buku fisik. Tiap bulan aku msh rutin beli buku2 dari toko langganan, dan pasti aku baca sih. Apalagi akukan memang udh bikin target seminggu hrs tamat satu buku, dan direview di medsos ku.

    Susah kalo utk menyortir buku2 yg aku ga suka mba. Karena jujur semuanya Spark Joy kalo buatku :D.

    ReplyDelete
    Replies
    1. keren, mbak sudah punya perpustakaan sendiri. dulu aku juga cita-citanya begitu tapi pas lihat kondisi bukunya jadi nggak terawat akhirnya aku sadar diri nggak cocok mengoleksi buku. heu

      Delete
  5. Aku juga suka beli buku. Tapi, bacanya nanti2 😁 Sekarang sih lagi suka baca yg digital..

    ReplyDelete
    Replies
    1. buku digital memang lebih praktis ya, mbak. tapi aku kalau buku digitalnya tebal nyerah juga sih bacanya mending yang fisik. hehe

      Delete
  6. Sayaa tahun ini lagi berusaha untuk mengoleksi buku dengan sadar (diri). Misinya tahun ini menuntaskan baca buku2 yg sudah d beli tahun lalu, jangan beli2 buku dulu kalo nggak bener2 butuh. Semoga terlaksana niatnya. Haha..

    ReplyDelete
  7. akuu banget nih beli buku tapi gak ada waktu buat baca. sibuk bikin konten melulu. akhirnya ya pas baca pas ada waktu luang.. lamaa apalagi buku bacaanku tebal-tebal. so far sih, nggak pernah ngoleksi buku yang gak mau dibaca, dibaca semua tapi nunggu waktunya ada

    ReplyDelete
  8. Hai mbak...duuh kayak kesentil nih saya. Kebetulan ada beberapa buku di rumah nih yg belom sempet dibaca, padahal saya tuh paling suka baca buku fisik ketimbang online. Suka aja dengan aroma buku baru...hehehe. Jadi kepikiran untuk sumbangin aja buku-buku yg sekiranya saya udah baca drpd jadi menuh-menuhin lemari dan berdebu. Pengen sih buka perpus mini pribadi tp kayaknya masih jauh tuk terealisasi.

    ReplyDelete
  9. bener banget ini mba buku tuh menjadi kelemahan aq juga, kirain yah setelah gak ada waktu buat baca aq gak akan beli buku lagi eh malah kepincut sama buku anak-anak jadilah beli melulu bukunya padahal anaknya baca pun masih malas dan harus di paksa dulu

    ReplyDelete
  10. Saya juga suka membeli buku khususnya novel. Karena memiliki novel fisiknya itu asyik. Meski yah, kalau sudah menumpuk suka bingung mau gimana menyimpannya. Paling dipinjam-pinjamkan ke orang-orang yang juga suka baca. Pas ilang akunya nyengir sendiri saat ingin baca ulang. Hehehe

    ReplyDelete
  11. Nah, bingung saya. Sudah lumayan kerap pula menyumbangkan buku. Tapi selalu datang pula yang baru. Sebagian beli, sebagian hadiah atau karya teman yang minta diulas/promosikan. Selain itu, Alhamdulillah buku karya saya pun setumpuk. Padahal, rumah pindah-pindah. Aku kudu piye? 😀😀

    ReplyDelete
  12. Kalau di aku, ya jual kembali dengan harga lebih murah. Istilah kerennya thrift shop tapi ini buku sih. Lumayan bahkan saat pandemi dan nganggur kemarin aku terbantu banyak dari koleksi lamaku. Dan mencegah biar tidak menumpuk aku puasa dulu beli buku Hehehe.

    ReplyDelete
  13. Saya skrng menahan diri ga beli buku mba karena ada aplikais berbayar jadi suka baca dari situ juga. Dan tempatnya udah ga muat lagi di rumah, hehehe. Yang ada nanti ibu saya ngomel-ngomel karena semua sudut rumah beliau saya isi

    ReplyDelete
  14. Hai mbak Antung, kadang saya iri sama beliau yang suka membaca dan mengoleksi buku bacaan di rumahnya. In case disini saya iri sama mbak Antung hihihi. Semenjak saya tinggal di negeri orang, begitu berkurang buku bacaan saya. Buku berbahasa Zhongwen apalagi sastranya kurang menarik dan begitu rumit hiks.
    Thanks sudah sharing pentingnya mengoleksi buku dengan sadar ^^

    ReplyDelete
  15. Aku termasuk yang sedikit konsumtif, dulu, kalau soal buku. Terus baca postingan ini, aku jadi tersadarkan, masih ada buku-buku berplastik utuh yang belum terbaca, hihi. Tapi entah kenapa juga, aku masih sayang sama buku-buku ini, dan belum mau pakai konsep konmari. Ah, manusia!

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah aku sudah lama nggak baca buku hehehe bingung harus sedih atau bersyukur. Sedih karena hilangnya minat membaca ini membuatku tidak bisa menyelesaikan novel terakhir Supernova, padahal dulu aku begitu memuja penulis dan karyanya. Bersyukur karena aku jadi nggak konsumtif buku, tapi emang sejak dulu aku itu sangat sangat selektif kalau mau beli buku. Aku hanya beli buku dari penulis favorit, rating dan testimoni yang bagus dan harganya masih masuk akal.

    ReplyDelete
  17. Aku juga suka buku fisik kak. Setiap selesai baca buku aku coba menuliskannya di blog dan lalu dijual deh :D

    ReplyDelete
  18. buku ini godaan paling gede buatkuuuu haha 😬
    apalagi kalo kadang ada sale gede-gedean dari bbw. beuh rasanya udah amnesia mendadak
    karena menurutku setiap buku punya sudut pandang sendiri dan bisa jadi investasi terbaik
    tapi aku sekarang juga lagi belajar memilah buku yang bener-bener aku butuhin untuk dibeli hehe

    ReplyDelete
  19. Saya tipe penimbun, yg beli buku tapi entah kapan dibacanya. Malah buku pinjaman dari temen atau dari perpus yg dibaca duluan. Tapi kalau saya niat beli buku buat ngebantu industri perbukuan juga, jadi ga masalah kalau nantinya buku itu cuma jadi pajangan. Siapa tau juga nanti bisa diwariskan.

    ReplyDelete
Previous Post Next Post