Jika menyebutkan nama Dee Lestari, para pecinta buku pastinya akan langsung teringat pada berbagai karyanya yang sukses memikat hati pembaca dan sudah diangkat ke layar lebar. Perahu Kertas, Filosofi Kopi, Madre, Rectoverso adalah judul-judul buku Dee Lestari yang sudah menjelma menjadi sosok nyata di mata penonton. Tak hanya itu, Dee Lestari juga merupakan penulis lagu-lagu hits seperti Malaikat Juga Tahu, Perahu Kertas, Firasat dan judul-judul lainnya.
Saya sendiri mengenal Dee Lestari sebagai penulis ketika duduk di bangku kuliah. Seingat saya saat itu salah satu teman kuliah merekomendasikan novel perdana Dee Lestari yang sangat dia sukai yakni Supernova, Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh. Saya berkesempatan membaca novel tersebut namun entah mengapa kurang bisa menangkap isinya karena berasa terlalu sains. Yang saya ingat malah tulisan mbak Dee Lestari di novel tersebut yang isinya kira-kira tentang jahatnya orang-orang yang meminjam buku tetapi tidak pernah mengembalikannya. Ups, jadi merasa tersindir saya. Heu.
Nah, beberapa waktu kemudian saya kembali membaca novel Dee Lestari yang merupakan kelanjutan dari Supernova yakni Akar dan Petir. Baru di dua novel inilah merasa jatuh cinta dengan tulisan-tulisan Dee Lestari yang di dua novel tersebut terasa lebih mudah dicerna. Sejak itulah saya pun mulai berburu karya-karya Dee Lestari baik itu di taman bacaan, perpustakaan, dan juga toko buku. Beberapa novel Dee Lestari yang saya miliki adalah Perahu Kertas, Aroma Karsa dan juga trilogi Rapijali. Saya bahkan pernah juga menulis cerpen yang terinspirasi dari salah satu tulisan Dee Lestari.
Akhirnya bisa bertemu dengan Dee Lestari
Sebagai seorang penulis, Dee Lestari termasuk sering datang ke kota Banjarmasin. Seingat saya ada beberapa event di kota Banjarmasin yang mendatangkan Dee Lestari sebagai nara sumber yakni Perpustakaan Kota Banjarmasin dan juga Gramedia. Nah, sayangnya dari sekian kali Dee Lestari datang ke kota ini, belum ada satupun yang berhasil saya datangi karena berbagai alasan.
Namanya jodoh, kita tak tahu akan bertemu kapan dan di mana. Begitulah juga yang terjadi dengan takdir pertemuan saya dengan Dee Lestari. Takdir pertemuan ini bermula dari saya yang sedang scrolling story instagram dan mengetahui kalau Perpusatakaan Kota Banjarmasin mengadakan rangkaian acara Pekan Literasi 2025 yang di dalamnya terdapat acara bedah buku bersama penulis Gadis Kretek yakni Ratih Kumala. Tanpa pikir panjang saya langsung mendaftar di acara bedah buku tersebut karena kebetulan saya juga sudah membaca novelnya.
Nah, keesokan harinya saya baru tahu kalau selain Ratih Kumala, pihak perpustakaan juga mengundang Dee Lestari di hari yang berbeda. Awalnya saya ragu untuk mendaftar karena artinya harus izin ke luar kantor 2 hari berturut-turut. Namun pada akhirnya saya saya mendaftar untuk kedua acara tersebut dengan harapan bisa tetap hadir walau mungkn harus mencuri waktu.
Acara bedah buku bersama Dee Lestari sendiri diadakan pada 5 Mei 2025 di Aula Dispersip Kalsel. Hari itu saya sendiri juga tidak yakin akan bisa datang karena salah satu rekan kerja cuti yang bisa jadi membuat saya tidak bisa izin sebentar dari kantor. Jadilah pagi itu saya melakukan pekerjaan seperti biasa yakni menginput data calon pelanggan yang dikirim surveyor. Biasanya hari Senin data yang masuk banyak jadi pastinya saya akan cukup sibuk di pagi hari.
Tepat pukul sepuluh, pekerjaan saya ternyata sudah selesai. Alhamdulillahnya, ternyata salah satu rekan kerja juga datang dari lapangan dan bisa saya mintai tolong untuk menggantikan saya selama 2 jam. Jadilah kemudian saya melajukan motor menuju perpustakaan di km 6 kota Banjarmasin. Sesampai di lokasi acara, ternyata acara baru dibuka sehingga saya tak ketinggalan acara inti bersama Dee Lestari.
Seperti biasa acara dimulai dengan berbagai sesi pembukaan dan baru setengah jam kemudian acara inti dimulai. Sebelum acara bedah buku dimulai, saya memberanikan diri untuk berfoto bareng dan juga meminta tanda tangan Dee Lestari di buku jurnal yang memang sengaja saya bawa sebagai ganti novel yang tak sempat terbawa saat berangkat kerja pagi harinya. Kebetulan hari itu saya bertemu dengan salah satu senior di kantor yang juga ternyata fans berat Dee Lestari. Jadilah saya dan rekan kerja seniotr tersebut dengan SKSD-nya mendatangi Dee Lestari yang sedang duduk untuk meminta foto bareng dan tanda tangan.
Setelah acara foto bareng dadakan selesai, akhirnya acara inti pun dimulai. Untuk acara bedah buku ini ternyata yang akan dibedah adalah tentang novel pertama Dee Lestari yakni Supernova yang memang sangat fenomenal. Jadi dalam bedah buku ini mbak Dee Lestari berbagi cerita terkait proses penulisan novel Supernova dan adik-adiknya yang memakan waktu cukup lama.
Bagi pembaca buku Supernova, tentunya tahu kalau seri Supernova ini terbagi dalam 6 buku yakni Supernova, Putri, Ksatria dan Bintang Jatuh, lalu dilanjutkan dengan Akar, Petir, Partikel, Gelombang dan terakhir Intelegensia Embun Pagi. Saya sudah membaca 5 buku Supernova dan sayangnya belum bisa menamatkan buku terakhirnya karena tampilan di aplikasi buku digital sungguhlah tak nyaman bagi saya.
Kembali lagi ke proses penulisan heksalogi Supernova, dalam kesempatan tersebut Dee Lestari tentunya juga berbagi cerita tentang bagaimana proses kreatif dari novel-novel tersebut seperti bagaimana cara memilih nama yang sesuai dengan judulnya. Lalu juga tentang elemen yang dipilih untuk setiap novel tersebut dan pastinya juga bagaimana memilih nama tokoh utamanya sesuai dengan elemen tersebut yakni Bodhi untuk Akar, Elektra untuk Petir, Alfa untuk Gelombang dan Zarra untuk Partikel.
Selain berbagi kisah tentang proses penulisan novel Supernova dan adik-adiknya, dalam kesempatan ini moderator juga memberikan kesempatan pada para peserta bedah buku untuk mengajukan pertanyaan. Dee Lestari juga memberikan bocoran tentang novel beliau yang selanjutnya yang merupakan sekuel novel yang sudah ada yakni Aroma Karsa. Yay sebagai pembaca Aroma Karsa pastinya saya senang sekali dengan kabar ini. Semoga saja tidak perlu menunggu lama untuk bisa membaca kelanjutan kisah Jati Wesi dan Tanaya Suma.
Acara bedah buku hari itu berakhir tepat di jam makan siang. Alhamdulillah semua peserta mendapat konsumsi dan saya pun kembali ke kantor untuk bekerja. Sayangnya untuk acara bedah buku bersama Ratih Kuala tidak bisa saya ikuti karena kesibukan di kantor. Itulah dia sedikit cerita saya yang akhirnya bisa bertemu dengan salah satu penulis favorit. Sampai jumpa di cerita selanjutnya!
Baca Juga
1 Comments
Ikut bedah buku bareng Dee Lestari pasti pengalaman yang nggak terlupakan
ReplyDelete