[Cernak] Icha Belajar Membuat Kue



Beberapa tahun yang lalu, saya mengikuti sebuah kelas menulis yang diadakan oleh mbak Nurhayati Pujiastuti. Saat itu saya mengambil kelas menulis cerpen untuk anak-anak. Nah, ternyata nih menulis cerpen anak itu lebih sulit dari yang saya bayangkan. Kenapa? Karena kita harus menulis dengan gaya bahasa dan berpikir anak-anak. Saya sendiri alhamdulillah berhasil mengikuti tantangan yang diberikan. Namun sayangnya kala itu cerpen anak saya tak ada yang berjodoh di media. Karena itu saya berencana memposting beberapa cerpen anak di blog ini saya, seperti yang satu ini.

***

ICHA BELAJAR MEMBUAT KUE


“Icha, bangun. Bantuin ibu bikin kue.”

Adzan subuh belum lagi berkumandang. Namun suara ibu sudah terdengar sayup-sayup di telinga Icha. Icha membuka matanya yang masih terasa berat. Setelah mengerjapkan matanya selama beberapa kali, ia pun bangun dari posisi tidurnya. Masih sambil mengucek-ucek matanya, Icha berjalan menuju kamar mandi untuk membasuh mukanya.

“Kamu tuangin adonan itu ke cetakannya, ya. Habis itu tolong jagakan juga kue yang sedang ibu goreng,” kata Ibu ketika Icha sudah mendatanginya di dapur mungil mereka. Dapur itu kini dipenuhi aneka macam adonan yang sudah Ibu buat sejak malam harinya. Icha mengikat rambutnya sebelum kemudian memulai pekerjaan rutin pagi harinya.

***
“Bu, ini kue untuk hari ini,” kata Icha sambil meletakkan sebuah kotak di meja kantin sekolahnya. Seperti biasanya sebelum masuk ke kelasnya Icha terlebih dahulu mampir ke kantin untuk menitipkan kue buatan ibunya. Setelah jam pulang nanti, Icha akan kembali ke kantin untuk mengambil kue yang tersisa berikut uang hasil penjualan kue hari itu.

Sejak ayahnya meninggal dua tahun yang lalu, ibu berusaha menambah penghasilan mereka dengan menjual kue-kue basah. Kue-kue basah itu kemudian dititipkan di beberapa warung. Icha kebagian membantu Ibu di pagi hari serta menitipkan kue-kue basah tersebut di warung langganan mereka. 

Setelah Icha masuk SMP, ibu berinisiatif menitipkan kue ke kantin di sekolah Icha. Mulanya Icha agak malu dengan keputusan ibunya ini. Dulu ketika masih SD dia sering diledek karena selalu membawa kue ke sekolah. Icha tidak mau ketika masuk SMP dia mendapat ledekan yang sama dari teman-temannya. 
“Kenapa harus di kantin sekolah sih, Bu?” tanya Icha saat ia mengajukan keberatannya. 

“Ya biar kuenya cepat laku. Di sekolah kamu kan banyak siswanya. Pasti akan ada yang beli kue ibu. Apalagi kalau kamu bantu promosi,” jawab Ibu.

“Tapi kan Icha malu, Bu, dari SD kerjanya ngantar kue melulu,” kata Icha lagi dengan wajah sedikit merengut. 

“Buat apa malu sih kalau apa yang kamu lakukan tidak salah. Lagipula kan uangnya buat kamu juga nanti,” tambah ibu yang membuat Icha tak bisa mendebat lagi.

***
“Icha!” sebuah suara terdengar dari belakang Icha. Spontan Icha membalikkan badannya untuk mengetahui pemilik suara. Ternyata Dian, salah satu teman sekelasnya.

“Dian? Ada apa?” tanya Icha ketika Dian sudah berada di dekatnya.

“Habis ngantar kue, ya?” Dian balik bertanya pada Icha.

“Iya,” jawab Icha sambil refleks menganggukkan kepalanya.

“Ikut aku yuk!” tiba-tiba Dian mengajak Icha pergi.

“Ke mana?” tanya Icha dengan nada bingung. 

“Udah. Ikut aja ya,” bukannya menjawab Dian malah menarik tangan Icha dan membawanya pergi menjauhi kantin. 

***
Sebuah pengumuman tertempel di papan mading sekolah. Isinya tentang acara pekan ulang tahun sekolah mereka. Ada berbagai lomba diadakan untuk menyambut ulang tahun sekolah Icha. Salah satu lomba tersebut adalah lomba berjualan kue antar kelas. Namun syaratnya kue yang dijual haruslah diolah langsung di sekolah. 

“Nah, kamu kan pintar bikin kue, Cha. Jadi kamu aja yang jadi wakil kelas kita nanti,” kata Dian.

Icha hanya terdiam mendengar kata-kata Dian. Teman-temannya tidak tahu kalau selama ini Icha tak pernah mengetahui adonan yang dibuat ibunya. Ia hanya menuangkan adonan tersebut ke cetakan kue.

***
“Bu, ajari aku bikin adonan kue dong,” kata Icha pagi ini pada ibunya.

Ibu berhenti mengaduk adonan kue. 

“Tumben kamu tiba-tiba mau belajar bikin adonan kue,” kata ibu kemudian.

Icha kemudian bercerita tentang lomba yang sedang diadakan di sekolahnya. Ibu hanya tertawa mendengar penjelasan Icha. “Ya sudah mulai besok kamu bangunnya lebih pagi biar bisa mengaduk adonan sendiri,” kata ibu kemudian. 

***
Pekan ulang tahun sekolah sudah dimulai. Sejak pagi Icha sudah sibuk menyiapkan kue yang akan dijualnya. Untuk hari ini ia memutuskan untuk berjualan martabak manis mini. Kue ini dipilihnya karena proses pembuatan adonannya yang tidak sulit. Icha hanya perlu mencampurkan semua adonan dan didiamkan selama satu jam. Icha membawa bahan-bahan kue tersebut ke sekolah dan membuat adonannya di stand yang disiapkan di halaman sekolah. 

Untuk membuat kue ini, Icha menghabiskan satu minggu terakhir untuk mempelajari cara ibu membuat adonan martabak manis. Seperti yang diperintahkan ibunya, Icha bangun lebih pagi untuk menakar dan menuang sendiri adonan martabak manis. Tiga  hari pertama, Icha masih kesulitan menghasilkan martabak manis diinginkannya. Namun seiring seringnya ia membuat, martabak manis buatan Icha terlihat semakin cantik hingga akhirnya Icha kini bisa membuat martabak manis yang tak kalah enak dari buatan ibunya. Tak hanya itu, Icha juga menambahkan beberapa tambahan rasa untuk martabak manis buatannya.

“Icha, aku beli martabak mini satu. Pakai toping keju, ya,” kata seorang siswa pada Icha. 

“Aku juga, Cha,” kata siswa yang lain.
Sambil tersenyum Icha menuangkan adonan ke dalam tuangan martabak di hadapannya. Di sampingnya tampak Dian tak kalah sibuk menerima uang pembayaran dari siswa yang membeli kue Icha. Dian memang secara khusus diminta Icha untuk membantunya berjualan hari ini. 

“Martabak manis kamu laris manis, Cha. Kita bisa dapat untung banyak nih!” kata Dian setelah Icha menuangkan adonan terakhir ke dalam cetakan terang bulan mini miliknya.   

Icha hanya tersenyum mendengar kata-kata Dian. Sekarang dia tahu. Ternyata membuat kue itu menyenangkan!

***


56 Comments

  1. Cerpen anak hmmmmm. Bikin saya ingin nelajar juga Bun. Soalnya saya sudah bertahun-tahun mengajar anak usia dini, siapa tahu bisa punya modal karena telah tahu dunia mereka. Tapi sayangnya saat ini saya masih pemula dalam menulis. Jadi perlu bertahap belajar menulisnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Coba ikut kelas menulis cerita anak aja, mbak. InsyaAllah pasti bisa

      Delete
  2. Sudah lama tidak membaca cerpen anak, dulu masih sering baca di Bobo saat anak2 kecil :)
    Suka baca cerita ini.

    ReplyDelete
  3. Anakku harus baca tulisan ini deh karena dia juga senang membuat kue. Cerpennya ciamik mbaa :)

    ReplyDelete
  4. Wah icha jadi enterprenur muda yang pintar mencari duit. Bisa cari duit buat jajan. Nanti kalau tante main boleh dong tante dibikin.

    ReplyDelete
  5. Wah seru ya.. aku wajib belajar dari ica juga neh. Cernaknya mendidik sekali kak

    ReplyDelete
  6. Semoga anak2 yang baca cerpen ini bisa ambil pelajarannya. Belajar berdagang itu bukan hal yg memalukan. Membantu orang tua dengan tulus justru akan mendatangkan kesenangan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, mbak. Sekalian melatih jiwa enterpreneur juga

      Delete
  7. Sepertinya sekarang di majalah itu porsi cerpen berkurang. Jadi waktu tunggu semakin lama dan kesempatan dimuat semakin sedikit :-( Tapi ulun lawas jua kada nulis dan kirim lagi :D

    ReplyDelete
  8. Seruuu,hehe.. aku juga lihat post nubar cernak ini di FB ya, sempat mau ikutan sih tapi masih sibuk ngeblog haha... Next time mau belajar juga nih, emang cita2 nya mau jadi penulis to usahanya masih di garis start Mulu haha..
    Sukses terus mbak, saya suka bacanya

    ReplyDelete
  9. Aku sekali aja nulis cerpen anak, itupun karena ditantang teman. Ga nyangka dapat respon positif bahkan cerpen itu dibuat bahan tugas ponakan di sekolah. Lha...malah dipake dia. Hahaha.
    Btw, ada juga lho yang cari cerpen anak lewat blog. So keep post it ya mbak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih, mbak helena. Wah kalau mbak yang nulis pasti keren cerpennya

      Delete
  10. Senang rasanya masak kue bareng anak..aku share ke keponakan ya ceritanya.

    ReplyDelete
  11. Jadi pengen belajar juga saya..hehe
    Belum pernah sih, pernahnya makannya aja.. :D

    ReplyDelete
  12. Ichaa hayu belajar bareng tante, seneng juga nih membuat kue, jadi kita mo bikin apaa? Eeaaa

    ReplyDelete
  13. semangat nulis cernaknya Mbk semoga bisa dimuat di Majalah Bobo.

    ReplyDelete
  14. aaah cernaknya bagus mba..aku belum pernah tulis cernak :)

    ReplyDelete
  15. Jangan menyerah, coba lagi hehe. Kalau menulis cernak bayangkan yg membaca anak-anak.ya gak?

    ReplyDelete
  16. Wah, kayak cerpen-cerpen di majalah bobo... Aku sampai sekarang masih suka banget baca cernak begini mbak Antung :D

    ReplyDelete
  17. Udah jarang ulun membaca cernak kaini 😁 terakhir kali pas lun sd rasanya. Semoga ceritanyaa bisa masuk ke majalah bobo ya mbak 🙏 aamiin

    ReplyDelete
  18. Keren mbak antung cerpennya😍

    ReplyDelete
  19. Nasehat yg dipetik dari cerpen ini,jangan malu jualan yg penting uang nya.#ehhh hihi

    ReplyDelete
  20. Aku pribadi belum pernah nulis cerpen anak. Tapi kalo membaca ya lumayan. Jd pengen juga nanti nyoba nulis

    ReplyDelete
  21. Eny juga suka bikin kue loh hhe

    ReplyDelete
  22. Woah ini, dari permalink aku kira bakal cerita pengalaman beli buku baru buat anak mmbak gitu. Ternyata ini cerita anaknya. Ciye mbak nge-fiksi. Hehe Bagus mbak. Cerita fiksi pertamaku yang masuk antologi juga cernak. :)

    ReplyDelete
  23. Aku pernah berada di posisi icha, berjualan kue waktu SD. Dulu masih gak tahu malau, makanya cuek aja sambil bantu ibu. Hehe. Mbak Antung seneng nulis fiksi jg ternyata.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya. Sayang sekarang sudah jarang banget nulis fiksi lagi

      Delete
  24. Dulu suka bikin cerpen juga tapi buat diri sendiri aja soalnya malu di publish waktu itu. Hihi

    Btw, gambar kue nya menggugah selera banget sih.

    ReplyDelete
  25. Ini nih yang ingin saya pelajari dari dulu. Nulis cerpen dengan segmentasi anak-anak. Saya mau belajar bisa kemana ya Bun?

    ReplyDelete
  26. Bagus mbak ceritanya, ngingetin saya dulu yang pernah juga jualan kue pas masih SD hehehe.

    ReplyDelete
  27. Jangankan cerpen anak, cerpen biasa aja hasilnya garing.. untuk tulisanku..

    ReplyDelete
  28. jadiingat beberapa tahun lalu.. saat masih semangat nulis cernak dan berburu kirim naskah ke koran.. sekarang udah gantijenis tulisan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya. Saya juga sudah lumayan nyerah nih nulis fiksi

      Delete
Previous Post Next Post