Nama Ahmad Fuadi mulai dikenal sejak novel Negeri 5 Menara yang ditulisnya sukses di pasaran. Novel yang kemudian menjadi trilogi ini setahu saya merupakan refleksi perjalanan hidup sang penulis yang pernah mengecap pendidikan di pondok pesantren modern Gontor hingga berhasil menjadi wartawan yang bisa menjejaki berbagai belahan negara di dunia. Tak hanya sukses secara eksemplar, Negeri 5 Menara juga kemudian diadaptasi ke layar lebar dengan judul yang sama pada tahun 2012 silam.
Saya sendiri sempat membaca seri pertama dari Negeri Lima Menara beberapa tahun lalu. Sayangnya entah mengapa saya merasa kesulitan untuk menyelesaikan novel tersebut. Mungkin karena novel Negeri 5 Menara ini memiliki ruh yang mirip dengan Laskar Pelangi yang ditulis oleh Andrea Hirata. Seperti yang kita semua ketahui, Laskar Pelangi merupakan salah satu novel fenomenal dengan karakter yang sangat kuat dari para tokoh di dalamnya. Ini mungkin menjadi penyebab sulit bagi saya untuk bisa membagi fokus pada novel bertema serupa dengan tokoh yang jumlahnya juga lumayan banyak.
Nah, usai sukses dengan trilogi Negeri 5 Menara, Ahmad Fuadi kembali hadir dengan novel berjudul Anak Rantau. Mulanya saya berpikir novel ini memiliki tema yang sama dengan Negeri 5 Menara yakni tentang dunia pesantren. Rupanya saya salah. Anak Rantau merupakan sebuah novel tentang petualangan seorang anak yang harus bersekolah di kampung halaman ayahnya sebagai hukuman atas nilai raportnya yang jelek. Berikut adalah review saya untuk novel Anak Rantau karya A. Fuadi.
Review Novel Anak Rantau
Judul buku : Anak Rantau
Penulis : A. Fuadi
Penyunting : Edy Sembodo
Ilustrasi Sampul : Rio Sabda
Ilustrasi Peta : Hadi Santoso
Penata Sampul dan isi : Abdul M
Tahun terbit : 2017
Penerbit : PT. Falcon
Jumlah halaman : 382 halaman
Cerita dibuka dengan adegan pembagian rapor di sebuah SMP tempat Hepi putra Martiaz bersekolah. Sebagai seorang ayah tunggal, Martiaz sangat yakin kalau Hepi putra bungsunya akan bisa meraih nilai yang bagus meski kadang menunjukkan perilaku yang kurang baik. Sayangnya harapan Martiaz harus kandas ketika melihat isi rapor Hepi yang kosong melompong. Ya, Hepi ternyata tidak mengisi jawaban saat ulangan dilakukan hingga membuatnya tidak naik kelas.
Alih-alih menghukum Hepi dengan memarahinya, Martiaz mengambil keputusan besar. Dikemasnya ransel dan diajaknya Hepi untuk pulang ke kampung halamannya di Tanah Gadang tepatnya di Kampung Tanjung Durian. Hepi tentu saja senang sekali begitu mengetahui ayahnya mengajaknya berlibur ke kampung halaman. Seumur hidupnya ia belum pernah menginjakkan kaki di kampung halaman ayahnya dan bertemu dengan kakek neneknya. Hanya sang kakak Dora yang pernah pergi ke sana dan menginap selama beberapa hari.
Selama berada di kampung Tanjung Durian, Hepi berkenalan dengan 2 remaja seusianya yakni Attar dan Zen. Dengan cepat Hepi berbaur dengan lingkungan sekitarnya dan merasa senang saat berada di kampung Tanjung Durian. Sayangnya kebahagiaan Hepi tersebut langsung sirna ketika ayahnya memberitahu dirinya takkan diajak pulang ke Jakarta karena sudah didaftarkan bersekolah di kampung Tanjung Durian. Percuma saja dia merengek dan memohon agar diajak kembali ke Jakarta karena sang ayah tetap kukuh dengan keputusannya. ".. Kalau memang mau ke Jakarta, boleh, tapi beli tiket sendiri kalau mampu," begitu kata ayahnya sebelum meninggalkan Hepi.
Sepeninggal Martiaz Hepi pun membulatkan tekad. Dia akan mengumpulkan uang untuk bisa menyusul ayahnya ke Jakarta. Berbagai hal dilakukan Hepi untuk bisa mendapat. Mulai dari membantu Mak Tuo Ros di lapau miliknya, hingga menjadi asisten Bang Lenon, mantan preman yang kini sudah insyaf dan membuka usaha kerajinan tangan. Sayangnya sebuah kesalahan kecil membuat Hepi tak lagi dipercaya Bang Lenon dan akhirnya tak lagi membuatnya betah bekerja di tempat Bang Lenon.
Karena tak lagi bisa bekerja pada Bang Lenon, Hepi pun mulai mencari kesibukan lain bersama 2 sahabatnya Attar dan Zen. Sebuah peristiwa di kampung Tanjung Durian kemudian membuat Hepi dan kedua sahabatnya ini menjadi pahlawan kampung tersebut. Tak hanya itu, berkat musim durian, Hepi juga akhirnya berhasil mengumpulkan uang untuk membeli tiket pesawat ke Jakarta untuk menyusul ayahnya. Namun apakah keinginan untuk ke Jakarta itu masih sebesar saat ia pertama kali ditinggalkan?
Kesan dan pesan moral dari novel Anak Rantau
Novel Anak Rantau merupakan novel dengan setting di Ranah Minang di era tahun 70 atau 80-an. Sesuai dengan setting yang diambilnya, selama membaca novel ini saya cukup bisa merasakan kentalnya budaya Minang yang diusung penulis dalam novel ini. Mulai dari gaya bahasa hingga berbagai kebiasaan yang digambarkan dalam novel ini benar-benar membuat saya merasa lebih mengenal orang Minang dan budayanya.
Adapun untuk tokohnya sendiri, yakni Hepi digambarkan sebagai remaja yang kadang suka melanggar peraturan namun gemar membaca dan memiliki kemauan yang keras. Kalau boleh dibilang karakter Hepi ini agak kontradiktif namun tentunya ia memiliki alasan mengapa tumbuh sebagai anak yang kadang susah diatur. Selain itu, dalam novel ini juga kita bisa melihat perkembangan karakter Hepi yang pelan tapi pasti menjadi lebih dewasa seiring dengan petualangan yang dialaminya.
Secara keseluruhan, saya cukup puas menikmati sajian dari kisah Anak Rantau ini. Ceritanya menarik dengan bumbu petualangan yang cukup bikin deg-degan. Selain itu, dalam novel ini kita juga bisa mendapatkan beberapa pesan moral yang pastinya bermanfaat bagi pembaca. Berikut beberapa pesan moral yang terdapat pada novel Anak Rantau:
Kewajiban orang tua memberikan pendidikan yang baik untuk anaknya
Sebagai orang tua, tentunya kita sadar kalau salah satu tanggung jawab kita adalah
memberikan pendidikan yang baik untuk anak. Dalam hal ini, pendidikan yang baik itu bisa dalam bentuk memilih sekolah terbaik hingga juga memberikan teladan yang baik kepada anak-anak kita. Dalam novel Anak Rantau, Martiaz memutuskan memindahkan sekolah Hepi dari Jakarta ke kampung halamannya karena ia sadar dirinya mungkin takkan bisa memberikan pendidikan yang baik kepada Hepi karena kesibukannya bekerja.
Dalam pikiran Martiaz, dengan bersekolah di kampung dan diasuh oleh kakek neneknya, Hepi akan bisa menjadi pemuda yang lebih baik juga belajar dengan lebih baik. Untungnya keputusan yang diambil Martiaz tidak salah karena dalam perjalanannya, Hepi berkembang menjadi anak yang lebih baik dari sebelumnya.
Pentingnya memiliki teman yang baik dalam mencapai tujuan
Memiliki teman yang selalu berada di samping kita di masa suka dan duka adalah sebuah anugerah. Dalam novel Anak Rantau, Hepi dianugerahi 2 sahabat bernama Attar dan Zen, dua remaja yang selalu setia menemaninya dalam berbagai hal. Mulai dari bermain bersama, membantu pekerjaan di lapau Mak Tuo Ros agar Hepi bisa menyusul ayahnya ke Jakarta, hingga melawan ketakutan ketika harus mengunjungi kediaman Pandeka Luko. Bisa dibilang keberadaan 2 sahabatnya ini sangat membantu Hepi saat harus menjalani masa sulit selama berada di kampung halaman ayahnya.
Belajar memaafkan dan melupakan
Saat ayahnya meninggalkanya di kampung Tanjung Durian, kemarahan dan kekecewaan melingkupi perasaan Hepi. Ia merasa dikhianati dan ditipu oleh sang ayah. Kemarahan inilah yang membuatnya bertekad untuk bisa mengumpulkan uang dan terbang sendiri ke Jakarta. Dalam perjalanannya, Hepi akhirnya bertemu dengan Pandeka Luko, sosok pejuang yang terasing di desanya sendiri karena sebuah keputusan di masa lalu. Lewat Pandeka Luko, Hepi pun belajar untuk memaafkan tindakan yang telah dilakukan ayahnya dan melupakan rasa kecewanya.
Demikian sedikit review dan kesan saya untuk novel Anak Rantau dari A. Fuadi. Semoga bermanfaat bagi teman-teman sekalian!
Baca Juga
22 Comments
Wah, saya termasuk suka baca karya ahmad fuadi yang cerita bersambung 5 menara. Kayaknya perlu beli juga ini bukunya. Langsung penasaran mau ikutan baca juga.
ReplyDeleteyuk, mbak cari bukunya
Deletepoint ketiga ngena banget, pentingnya teman yang baik dalam mencapai tujuan. Ternyata pengaruh teman cukup besar untuk kesuksesan seseorang. Teman yang positif menjadikan kita juga berperilaku positif.
ReplyDeleteiya, mbak. intinya kita memang harus benar-benar teliti dalam memilih teman agar tak terbawa arus yang negatif
Deletewaktu seri 5 Menara itu sampai bela-belain ikut PO nya segala tiap ada novel baru dari A. Fuadi, naahh ini baru tahu ada novelnya lagi, jadi pengen baca langsung, selalu suka karya-karyanya.
ReplyDeletemasih tetap tema pendidikan gini ya Mbak :)
Baca sinopsisnya aja bikin penasaran baca keseluruhan bukunya loh...
ReplyDeleteTapi sekarang saya termasuk yang jarang bikin novel, sih...
Menarik juga ya novel ini..jadi pengen baca deh... Keputusan mengirimkan anaknya ke rantau ternyata memang tepat dan bisa membuat anak lebih baik.. Bisa gak ya diterapkan ke anak-anak jaman now hehe
ReplyDeleteWah belum baca novel ini Mbak. Terima kasih reviewnya jadi ada gambaran daa makin pengin baca sendiri nih
ReplyDeleteCeritanya ringan tapi menyimpan banyak pesan moral yang berharga ya mba. Saya suka dengan buku yang memiliki banyak pesan moral
ReplyDeletesaya pernah ikut workshop yang diselenggarakan Kompasiana dan Ahmad Fuadi hadir sebagai narasumber
ReplyDeleteinspiring banget, dia berbagi cara menulis
di tengah kesibukan ternyata dia disiplin menulis dari jam sekian sampai jam sekian
sehingga dia bisa produktif menulis
Pasti sebuah kondisi yang berat ya untuk Hepi dan juga ayahnya yang memutuskan itu. Tapi kadang memang sesuatu yang tidak nyaman harus dilakukan untuk membuat sesuatu jadi lebih baik. Termasuk harus jauh dari anak.
ReplyDeleteTernyata kita sama kak, nggak bisa menyelesaikan Negeri 5 Menara. Banyak bagian yang aku skip karena menurutku deskripsinya terlalu panjang. Hal yang sama yang aku lakukan ketika membaca Laskar Pelangi. Anak Rantau ini kayaknya lebih sederhana ya?
ReplyDeleteNah iya, mbak. Waktu membaca Negeri 5 Menara itu aku bosan karena terlalu panjang narasinya. Nah, kalau Anak Rantau ini lebih nyaman dibaca dan tidak terlalu membosankan
DeleteA. Fuadi adalah penulis yg sangat terkenal, buku-buku yang ditulisnya tidak hanya menjual cerita belaka, tapi ada banyak pesan moral yang diselipkan diantara konflik-konflik ceritanya. Masih menunggu karya terbaru A. Fuadi lainnya
ReplyDeleteDulu suka banget baca novel atau cerita-cerita meskipun terkadang nggak tau yang dibaca genrenya apa, pengarangnya siapa yang penting ngabisin waktu dengan baca. Sekarang udah jarang. Liat riview ini jadi pengwn baca-baca novel lagi deh
ReplyDeleteBagus banget yaah..cerita Anak Rantau ini.
ReplyDeleteAku jadi berpikir, treatment masing-masing orangtua terhadap "kebengalan" anaknya adalah sesuatu yang unik. Yang hanya bisa dilihat, bukan untuk ditiru kalau tipikal anak kita aja gak kaya si Hepi.
Salut sama Hepi yang bisa bersikukuh untuk menyusul Ayahnya.
Ini pasti menjadi lecutan yang paling dahsyat dalam hidupnya.
membaca novel anak rantau ini jadi ingat masa masa muda saat aku juga merantau ke Jakarta
ReplyDeletedimana keluarga melepas kepergianku di stasiun
Meskipun ini.Novel. aku mau nitip salam ya buat bang Lenon hehehehe
ReplyDeletePada dasarnya orangtua kudu ngerti sih bagaimana mendidik anaknya dengan cara yang tepat
Saag membaca ringkasanbya aku rasa emang related banget deh sama budaya kita pada umumnya yam
ReplyDeleteAnak dilihat potensinya dr nilai rapot. Rasanya emang sekolot itu budayanya.
Aku jadi tertarik buat baca ceritanya melihat kesuksesan anwar fuadi dengan negeri lima menaranya
Karya Fuadi lebih saya nikmati setelah jadi film kalo novelnha belum satu pun yang dibaca. Film lima menara itu sering diputar berulang diTV kami
ReplyDeleteSaya sudah baca trilogi 531-nya Uda Fuadi. Memang keren novelnya, tentu Anak Rantau ini akan sekeren trilogi 531
ReplyDeleteBaca artikel ini jadi pengen koleksi novelnya. Kebetulan belum punya novel karya anak lokal nih
ReplyDelete